pai pupu taan tou, haka gahan taan ehan, taan gelekat lewo gewayan tana

Rabu, 20 Januari 2016

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTT, Ir. Andre W. Koreh, MT.
BTT News – Sejak lama arus laut Selat Gonsalu dikenal sebagai selat “pencabut nyawa.” Pasalnya, arus keras dan deras di selat sempit antara Larantuka dan Adonara Barat ini telah menyedot banyak korban jiwa dan kapal. Bisa dikatakan, arus Gonsalu sangat angker karena identik dengan maut dan kematian. Suara tangisan manusia sering terdengar di tengah malam ketika melewati arus di Selat Gonsalu.
Kematian demi kematian dan kecelakaan demi kecelakaan sangat sering terjadi ketika melewati arus selat Gonsalu. Bila salah mengemudikan kapal, maka harapan untuk hidup sangat tipis bahkan lenyap dicabut garangnya arus Gonsalu. Apalagi pada musim hujan angin dan badai, arus Gonsalu makin garang dan liar. Meski demikian, tidak semua warga atau nelayan yang melewati wilayah arus Gonsalu menjadi korban. Semua itu, sangat tergantung dari kepiawaian juru mudi kapal dalam menentukan arah kapalnya.
Di balik kegarangan arus ganas Gonsalu, berbagai penelitian telah dilakukan agar menjadikan arus tersebut sebagai pembangkit tenaga listrik guna memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Dari hasil penelitian dan kajian, ternyata arus Gonsalu mempunyai potensi besar menjadi pembangkit energi listrik terbarukan. Potensi maha besar yang murah tersebut tidak akan pernah habis.
Seperti dilansir Kompas.com, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unit Surabaya pernah melakukan kajian untuk menghasilkan energi listrik. Upaya ini untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi warga Larantuka dan sekitarnya dan masyarakat Pulau Adonara.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Flores Timur, Petrus Pemang Liku,Jumad (15/10/2010), di Larantuka, mengatakan, uji coba pertama kali dilakukan pada bulan Juni 2010 dan berhasil. Namun potensi arus laut sangat besar sehingga bulan November 2010 kembali dilakukan uji coba kedua.
Ia memperkirakan potensi arus laut di Selat Gonsalu dapat menghasilkan energi listrik untuk kebutuhan listrik bagi masyarakat Adonara, Flores Timur daratan, dan kemungkinan juga untuk masyarakat Pulau Solor. Proyek ini ditangani BPPT Unit Surabaya dan didukung Pemda Flores Timur melalui dana APBD Tahun 2010.
Pemkab Flotim telah mengalokasikan dana Rp 50 juta dan tahun anggaran 2011 telah dianggarkan tambahan dana sebesar Rp 119 juta. Masyarakat Flotim punya kepentingan sangat besar terhadap potensi arus laut itu. Pemda Flotim, kata dia, sedang melakukan negosiasi ke pusat guna mendapat dukungan terhadap upaya ini. Tetapi jika usaha ini sukses maka proses pengelolaan listrik tetap bekerja sama dengan PT PLN setempat.
Nah, di tengah-tengah ketidakpastian kelanjutan proyek ini, tim investor dari Belanda, Erik Van Den Eijiden dari perusahan Tridal Bridge dan Marnix Muller dari Perusahan Maritim Bussenis Consultan, serta Colsultan Enginering, Latif gau datang ke Kupang. Kedatangan ketiga orang pakar dan sekaligus investor ini disabut baik gembira oleh Gubernur Frans Lebu Raya dan jajarannya, karena mereka mau menginvestasikan uangnya untuk membangun jembatan arus laut yang lengkap dengan Turbin Pembangkit Energi Listrik.
Melalui Consultan Enginering, Latif Gau, mereka menjelaskan bahwa arus selat Gonsalu bukan hanya mampu membangkitkan 10-20 MW tapi mampu membangkitkan energi listrik sampai 100MW, dan mampu melayani kebutuhan listrik seluruh warga Flores. Mereka juga siap menggelontorkan dana investasi sebesar Rp2,5 triliun untuk membangun jembatan arus laut yang dibawahnya dipasang turbin pembangkit energi listrik. Antara jembatan arus laut dan turbin adalah satu paket tidak bisa dipisahkan.
Kabar gembira ini ibarat hujan di siang bolong. Di tengah – tengah pemadaman listrik hampir setiap jam di NTT, kedatangan tim dari Belanda ini seolah membawa berkat kelistrikan kepada seluruh rakyat NTT (Flores khususnya) yang sedang mengalami bencana kegelapan.
Untuk diketahui, saat ini kebutuhan listrik di NTT makin tinggi seiring geliat pembangunan infrastruktur, bisnis
dan meledaknya jumlah penduduk. Hingga saat ini Pemerintah NTT melalui PT. PLN Wilayah NTT, baru mampu memenuhi 60 persen pasokan listrik, sementara itu sebanyak 40 persen warga belum menikmati listrik. Hal ini disampaikan anggota DPRD NTT Fraksi PDIP, David Wadu yang diakui General Manejer PT.PLN NTT, Ricard Safkaur, dalam dialog dengan RRI Kupang, belum lama ini.

Permasalahan demi permasalahan selalu muncul terkait dengan pelayanan listrik PT. PLN dengan seluruh cabang-cabangnya di seluruh wilayah NTT. Hampir setiap hari, setiap minggu dan setiap bulan, keluhan pemadaman bergigilir hingga pemasangan jaringan baru selalu menjadi problema tersendiri yang belum sepenuhnya terpecahkan. PLN terus berjuang, namun apalah daya kapasitas/ daya mesin pembangkit listrik milik PLN masih menjadi salah satu masalah utama. Selain itu, adanya peningkatan biaya produksi pelayanan karena naiknya BBM menjadi penghambat pelayanan listrik pada konsumen.
Di tengah-tengah kebutuhan listrik warga yang makin melonjak ini, pemanfaatan energi terbarukan seperti energi bendungan, waduk dan gelombang laut menjadi wacana yang patut didiskusikan dan mulai dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik warga. Pasalnya, Provinsi NTT memiliki potensi energi listrik gelombang laut yang sangat besar, di antaranya selat arus Gonsalu yang terletak di Kota Larantuka dan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur dan Perairan Laut Sawu yang terkenal keras gelombangnya.
Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) NTT, Ir. Andre W. Koreh, MT, Selat Gonsalu sangat deras dan keras memiliki potensi besar untuk dikelola menjadi pembangkit energi listrik. “Bila dibangun pembangkit listriknya maka arus listrik tersebut bukan hanya melayani masyarakat Larantuka dan Adonara, tetapi bisa melayani juga kabupaten lainnya di daratan Flores,” terang Andre dalam diskusi tentang Pembangunan Jembatan Palou-Tanah Merah (Palmerah), belum lama ini di Kupang.
Dikatakannya, sudah saatnya pemerintah membuat terobosan-terobosan baru di bidang konstruksi, seperti Pembangunan Jembatan Palmerah yang menghubungkan Pulau Adonara dan Pulau Flores. Dengan membangun jembatan ini, menurut dia, akan mempermudah pembangunan jaringan listrik ke wilayah-wilayah sekitar maupun ke daratan Flores lainnya.
“Jika jembatan dibangun dan kemudian pembangkit listrik arus laut Selat Gonsalu juga dibangun, maka akan ada hubungan yang saling mendukung, arus lalu lintas dan jaringan listrik bisa berjalan bersama-sama. Oleh karena itu, kita terus berharap agar ada dukungan kerja sama dari pemerintah pusat melalui instansi-instansi terkait dalam memanfaatkan arus Selat Gonsalu menjadi arus listrik demi pemenuhan kebutuhan warga. Kedatangan para investor ini membawa angin segar bagi seluruh rakyat NTT dan Flores khususnya,” ungkapnya.
Keuntungan Bangun Palmerah dan Turbin Listrik
Consultan Engenering Abyor Europe BU, Latif Gau, yang datang dari Belanda bersama Erick dan Muller, memberikan gambaran terang benderang tentang keuntungan dari membangun Palmerah dan Turbin Pembangkit Listrik.
Dikatakannya, rencana pembangunan Jembatan Palmerah sebesar Rp. 5,1 Triliun itu terlalu mahal. Jika membangun Jembatan Palmerah plus pembangunan energi terbarukan berupa pembangkit listrik tenaga air laut di selat Gonzala tersebut hanya cukup dengan dana Rp2,5 Triliun yang masih bisa turun. “Bila kami yang dipercayakan, maka kami akan mulai membangun jembatan tersebut dengan total dana yang dibutuhkan hanya 63% dari total rencana Rp. 5,1 Triliun. Ini keuntungan pertama,” terang dia.
Keuntungan kedua, lanjut dia, total income hanya 13. 250.000 dollar, keuntungan ketiga, membangun jembatan dengan manfaat ganda akan bekerja sama dengan pemerintah lokal. Jika dibolehkan maka pembangunannya hanya memakan waktu selama 18 bulan. Ini berarti kalau jadi pada 17 juli 2016, maka 2017 sudah selesai.
Sedangkan keuntungan keempat, tambah dia, program ini juga didengungkan oleh Presiden Jokowi untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Jembatan jadi tenaga listrik bisa jadi. Benefit bisa didapat dari jembatan ini. Jadi pembangunan tidak akan sia-sia. Sementara itu, keuntungan kelima, yaitu pembangunan jembatan itu tidak membutuhkan biaya dari APBN maupun APBD,hanya ijin saja dari pemerintah. (Mk/sf)
Categories:


Kami yang terhimpun disini adalah orang orang yang punya potensi dan bukan hanya sekedar nama., kami adalah anak Lewotana yang siap berkontribusi ketika Lowetana membutuhkan kami. Contact me ketua umum

0 komentar:

Posting Komentar