pai pupu taan tou, haka gahan taan ehan, taan gelekat lewo gewayan tana

Kamis, 07 Mei 2015

Hati-hati bicara bohong, karena kebohongan akan mengaktifkan suatu area di otak, dan perubahan itu bisa dilihat menggunakan foto fMRI atau functional magnetic resonance imaging. Demikian diungkapkan para ilmuwan AS di Philadelphia.
Metode pendeteksi kebohongan ini dianggap lebih akurat dibanding sistem yang ada sekarang. Meski begitu, karena membutuhkan piranti pemindai besar, maka pemanfaatannya masih kalah praktis dibanding sistem konvensional.
Seperti diketahui, detektor kebohongan konvensional, atau polygraph, masih menimbulkan kontroversi dalam hal keakuratannya. Polygraph bekerja dengan mengukur respon fisik tubuh terhadap tekanan yang timbul ketika seseorang berbohong. Menggunakan polygraph, operator yang terlatih bisa mengetahui seseorang berbohong atau tidak, dengan mengukur laju pernafasan, tekanan darah, dan keluarnya keringat.
Tetapi meski beberapa badan pemerintah masih menggunakan tes tersebut, Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS, mempublikasikan sebuah laporan yang mengatakan bahwa instrumen itu kurang akurat. Menurut laporan, dengan berlatih, seseorang bisa mengatur respon fisiknya sehingga kebohongan mereka tidak terdeteksi.
Oleh sebab itu, para ilmuwan mencari alternatif lain untuk mendeteksi kebohongan. fMRI mungkin akan merupakan kunci masalah ini, kata Scott Faro, seorang radiolog di pusat foto otak, Universitas Temple di  Philadelphia, Pennsylvania. Faro mempresentasikan penelitian baru itu tanggal 29 November pada pertemuan tahunan Radiological Society of North America di Chicago. “Saya yakin ini adalah pendekatan penting untuk memahami perilaku kognitif yang amat kompleks,” katanya.
Dalam uji coba, Faro dan rekan-rekannya meminta enam sukarelawan untuk menembakkan pistol mainan. Mereka kemudian di-scan otaknya menggunakan fMRI dan diminta berbohong telah menembakkan senjata. Sukarelawan juga menjalani tes polygraph setelah itu. Lima orang sukarelawan lagi, yang tidak menembakkan senjata, menempuh tes serupa sebagai perbandingan.
Baik tes fMRI maupun polygraph berhasil mendeteksi para pembohong dan mereka yang bicara benar. Pada scan fMRI terlihat ada area khusus di otak yang aktif ketika seseorang berbohong, termasuk bagian-bagian frontal, temporal dan limbic lobes.
Adapun fMRI bekerja dengan mendeteksi sinyal magnetis dari atom-atom oksigen yang menempel pada besi di lairan darah sukarelawan. Bila aktivitas otak meningkat, aliran darah akan mengikuti dan membawa lebih banyak oksigen bersamanya. Hal ini akan meningkatkan kekuatan sinyal. Teknik yang biasanya dipakai dalam scan medis ini bisa memetakan aktivitas bagian-bagian otak dalam skala milimeter.
Menurut para periset, teknik ini akan sangat berguna untuk mendeteksi orang-orang yang telah dilatih mengakali tes polygraph. Namun harus diingat bahwa metode fMRI harus dibuat lebih murah dan praktis sebelum bisa diterapkan secara rutin. Yang jelas, mesin fMRI senilai jutaan dollar bukan solusi yang tepat untuk digunakan di bandara atau lokasi-lokasi lain. (nature.com/Rtr/wsn)
Categories:


Kami yang terhimpun disini adalah orang orang yang punya potensi dan bukan hanya sekedar nama., kami adalah anak Lewotana yang siap berkontribusi ketika Lowetana membutuhkan kami. Contact me ketua umum

0 komentar:

Posting Komentar